• Imagen 1 Budaya Jawa Tengah
    Kebudayaan Jawa merupakan salah satu sosok kebudayaan yang tua. Kebudayaan Jawa mengakar di Jawa Tengah bermula dari kebudayaan nenek moyang yang bermukim di tepian Sungai Bengawan Solo pada ribuan tahun sebelum Masehi.

Daftar Bank di Semarang


1. Abn Amro Bank Nv

Kantor: Jl Jend A Yani 145 SEMARANG
2. Bank Agroniaga Pt Tbk

Kantor: Jl Jend A Yani 165 SEMARANG
3. Bank Antardaerah

Kantor: Jl Depok 26 C-D SEMARANG
4. Bank Arta Niaga Kencana Pt Tbk

Kantor: Jl Gajah Mada 112 A SEMARANG
5. Bank Artha Graha Internasional Pt Tbk

Kantor: Jl Pandanaran 103 SEMARANG
6. Bank Bni Syariah

Kantor: Jl Pandanaran 102 SEMARANG
7. Bank Buana Indonesia Pt Tbk

Kantor: Jl Musi 2-B/E-13 SEMARANG
8. Bank Buana Indonesia Pt Tbk

Kantor: Gg Tengah 16 SEMARANG
9. Bank Bukopin Pt Tbk

Kantor: Jl Pandanaran 125 SEMARANG
10. Pt Bank Bumi Arta

Kantor: Gg Tengah 70 SEMARANG
11. Bank Central Asia Pt Tbk

Kantor: Jl Pemuda 90-92 SEMARANG
12. Pt Bank Commonwealth

Kantor: Jl Jend A Yani 137 SEMARANG
13. Bank Danamon Indonesia Pt Tbk

Kantor: Jl Letjen MT Haryono Ruko Bubaan Baru Bl A/5-6 SEMARANG
14. Pt Bank Dbs Indonesia

Kantor: Jl Pandanaran 98-100 SEMARANG
15. Pt Bank Ekonomi Raharja

Kantor: Jl KH Agus Salim Ruko THD Bl A/18-19 SEMARANG
16. Bank Eksekutif Internasional Pt Tbk

Kantor: Jl Jend Sudirman 301 SEMARANG
17. Bank Export Import Indonesia

Kantor: Jl Mpu Tantular 19 SEMARANG
18. Pt Bank Gunung Kencana

Kantor: Jl MGR Sugiyopranoto 35 SEMARANG
19. Bank Haga

Kantor: Jl KH Agus Salim Ruko THD Bl A/3 SEMARANG
20. Bank Internasional Indonesia Pt Tbk

Kantor: Jl Pemuda 150 SEMARANG

Daftar Perusahaan Taxi di Semarang



1. New Atlas 024- 6591717

2. Centris Multi Persada 024-6723624

3. Kosti Semarang 024-7613973

4. Astria Taxi 024-8415444

5. Sindoro Taxi 024-8444869

6. Pandu 024-6591234

7. Blue Birds 024-6701234

Banyumas Siap Sambut Visit Jateng Year 2013

visit jateng 2013
Banyumas telah siap menghadapi pencanangan program Visit Jateng Year (VJY) 2013 yang digalakkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Jawa Tengah.

Kepala Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Dwi Pindarto menyatakan, mulai tahun 2011, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait pengembangan pariwisata. Seperti dengan pengusaha hotel, kuliner, serta peningkatan kinerja pamong budaya.

Dwi mengakui, pada 2011 Dinporabudpar dalam pembuatan program kerja masih mengadopsi dari beberapa kabupaten lain. Langkah tersebut dilakukan karena melihat program di kabupaten lain lebih baik. "Yang sederhana saja, saat ini kita harus punya jadwal kegiatan kesenian dari berbagai wilayah di Kabupaten Banyumas selama satu tahun," ungkapnya.

Dwi menambahkan, akhir Desember dan awal Januari lalu, dirinya sudah mengadakan rapat singkronisasi bersama Dinbudpar kabupaten lainnya dengan Dinbudpar Jateng terkait program VJY 2013. Salah satu hal yang disepakati dalam rapat tersebut adalah untuk menunjang program VJY 2013, sarana dan prasarana yang menyentuh lokasi wisata seperti jalan yang rusak, dapat diusulkan ke provinsi untuk diperbaiki.

Untuk menyambut VJY 2013, Dinporabudpar Banyumas memprioritaskan dua tempat wisata unggulan yakni Lokawisata Baturraden dan Taman Rekreasi Andang Pangrenan (TRAP).

Sementara itu, Kabid Pariwisata Dinporabudpar, Suwondo Geni menyatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indoesia (PHRI) Banyumas untuk mendata berapa junlah kamar yang ada untuk menyambut program VJY 2013.


Sumber : Suara Merdeka

Sejarah Legit Getuk Goreng Sokaraja

getuk goreng sokaraja
JIKA di Magelang terkenal dengan getuk basahnya, di Sokaraja lebih dikenal dengan kekhasan getuk goreng bersensasi manis dan gurih. Getuk unik ini terbuat dari olahan singkong (Cassava) yang dibumbui gula kelapa. Ada sejarah unik yang melatarbelakangi terciptanya makanan legit itu.

Kudapan ini ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1918 oleh Sanpirngad, seorang penjual nasi keliling di daerah Sokaraja. Pada saat itu getuk yang dijualnya banyak yang tidak laku, sehingga dia mencari akal agar getuk tersebut masih bisa dikonsumsi. Kemudian, getuk yang tidak habis dijual pada hari itu dia goreng, lalu dijualnya lagi. Ternyata, makanan baru ini justru lebih digemari oleh para pembeli.

Oleh Sanpirngad, warung tersebut diwariskan kepada Tohirin, menantunya. Di tangan Tohirin, getuk goreng mencapai masa kejayaan. Dia bahkan mampu mengubah sebuah warung nasi rames menjadi tiga buah toko getuk goreng di Sokaraja. Oleh anak cucu Tohirin, tiga toko itu dikembangkan lagi sampai akhirnya menjadi sembilan buah toko, delapan di antaranya di Sokaraja dan satu toko di Buntu Banyumas.

Di luar dinasti Tohirin, mereka pun mendirikan pusat-pusat jajanan khas Purwokerto dengan menu utama getuk goreng. Tak heran jika para penjual getuk goreng di sepanjang jalur Sokaraja-Purwokerto (Jalan Jenderal Soedirman) ini sebagian besar masih terikat darah. Sejak itulah, getuk goreng menjadi oleh-oleh khas Sokaraja.

"Getuk goreng yang sekarang banyak dijual di sepanjang Sokaraja ini tak lagi getuk yang tidak laku dijual, melainkan sengaja dibuat untuk digoreng," ujar Komar, salah satu generasi ketiga Tohirin yang membuka usaha getuk goreng dengan brand "Harum Manis" ini.

Jaga Kwalitas

Kini, rasa legit getuk goreng telah memikat ribuan orang. Karena itu pada masa menjelang dan sesudah lebaran tak sedikit pemudik yang menyempatkan diri mampir untuk membeli makanan tersebut sebagai buah tangan. Menyebarnya penjual getuk goreng di Sokaraja, membuat para pedagang berlomba-lomba menginovasinya, minimal mempertahankan ciri khas dan kwalitas resep turun-temurun.

"Getuk goreng memang tak bisa tahan lama, paling hanya tujuh hari. Karena itu perlu ada inovasi agar getuk goreng bisa berkembang pesat dan berdaya saing tinggi dengan penganan khas daerah lain," jelasnya Komar yang juga menggelar dagangannya di Jalan Jendral Soederman Sokaraja ini.

Dalam sehari, Komar yang mengelola usaha warisan bersama istrinya itu mampu menghabiskan 1,5 kuintal getuk goreng untuk dijual eceran maupun dalam jumlah banyak untuk didistribusikan ke para pedagang oleh-oleh di sekitar kota Purwokerto. Bahkan, menurutnya, jumlah pembelinya semakin meningkat selama arus mudik dan balik lebaran.

"Selain pemudik, tidak sedikit wisatawan domestik yang datang ke Sokaraja sengaja mencari getuk goreng yang legit ini," imbuh Komar.( Diantika PW / CN25 )

Sumber / Di Copy dari : suara merdeka

Warisan Tradisi Keluarga Lunpia

lumpia semarang
LUNPIA sudah begitu identik dengan oleh-oleh khas Semarang. Jajanan gorengan yang terbuat dari kulit tipis berbahan terigu yang diisi dengan rebung (bambu muda) dicampur telur dan udang ini mudah ditemui di berbagai tempat.

Selain digoreng, ada pula lunpia basah atau tanpa digoreng. Di pasar tradisional, warung, juga di pusat oleh-oleh. Dari sekian banyak penjual itu ada keluarga pembuat lunpia yang turun-temurun meneruskan dan mengembangkan usaha itu, yaitu keturunan Tjoa Thae Joe-Wasi.

Hingga kini usaha jualan lunpia itu diteruskan generasi keempat, yakni Siem Siok Lien atau Sri Iriani. Ia yang lebih akrab dipanggil Mbak Lien ini meneruskan usaha warung lunpia yang berada di Jl Pemuda Kampung Grajen.

Lokasi warungnya seperti terselip di antara toko-toko besar. Ada plastik yang dibentangkan dengan tulisan nama usahanya dipasang di mulut gang sebagai penanda. Kesibukan sejumlah karyawan terlihat, ada yang meracik isi lunpia, menggoreng, dan mengemasnya dalam besek (kotak makanan yang terbuat dari anyaman bambu).

Sementara sejumlah pembeli antre dengan duduk di bangku panjangn menunggu giliran mendapatkan lunpia, pembeli datang silih berganti. "Kebanyakan pembeli adalah pelanggan lama. Mereka datang ke warung, tinggal menyebut ingin dibungkuskan lunpia berjumlah berapa. Ada juga yang pesan lewat telepon,'' katanya.

Lien menjual lunpia dengan kekhasan tersendiri, yakni lunpia yang manis serta rebung yang tidak berbau pesing. Selain itu isian udang dan telur diperbanyak. Di pasaran, hampir semua lunpia ini berpenampilan sama. Tapi bagi lidah, ada hal hal yang membuat berbeda.

"Karena bisnis kuliner ini adalah soal rasa maka saya berusaha menjamin kualitas seperti yang dibuat pendahulu saya," katanya.

Lien menceritakan usaha tersebut diawali oleh pasangan Tjoa Thae Joe-Wasi. Tjoa yang meninggal dunia tahun 1930-an itu membuat cita rasa lunpia berdasar asal daerahnya, Fukien China. Karenanya masakan yang dibuat bergaya Hokkian.

Sementara Wasi, adalah penjual lunpia lokal dengan cita rasa manis asin. Keduanya menikah dan menyatukan usaha mereka. Saat itu usaha yang dikembangkan berlokasi di Gang Lombok Kawasan Pecinan. Selanjutnya usaha itu diteruskan anaknya, Siem Gwan Sing. Generasi ketiga, Siem Swie Hie membuka warung di Jl Pemuda dan berkembang hingga kini diteruskan oleh Lien.

Lien menjelaskan, beberapa keluarga keturunan Tjoa-Wasi ini juga meneruskan usaha menjual lunpia, di antaranya pamannya yang masih membuka warung di Gang Lombok dan sepupunya di Kampung Baris Jl Mataram. Ia sendiri mulai ikut mengelola warung sejak 20 tahun silam. Setiap hari warungnya buka mulai puku 08.00-21.30 WIB.

"Di Jalan Pemuda ini, usia warung saya sudah 60 tahun. Anak-anak saya sekarang juga ikut membantu menjalankan usaha ini. Keinginannya saya bisa membuka cabang lagi di kemudian hari," katanya.

lumpia semarang
Bagi Lien, lunpia sebagai oleh-oleh khas Kota Semarang harus berkembang. Semakin banyak yang berjualan lunpia maka jajanan ini pun semakin dikenal. Setiap pelancong yang mampir ke Kota Semarang bisa membawa lunpia ini sebagai oleh oleh khas, bersanding dengan bandeng duri lunak dan wingko babad.

Menurutnya banyak penjual-penjual lunpia baru bukan sebagai pesaing. "Semua sudah ada konsumennya sendiri," katanya. ( Moh Anhar / CN13 )

sumber : suara merdeka